Candi
Kedulan adalah sebuah candi bercorak Hindu yang terdapat di Dusun Kedulan,
kurang lebih 3 kilometer dari Candi Kalasan. Candi ini ditemukan secara tak
sengaja oleh para penambang pasir pada 24 November 1993. Kesenangan yang
berbeda akan didapatkan bila mengunjungi candi ini, sebab anda bisa menikmati
proses rekonstruksi candi yang sangatlah rumit.
Lokasi
penggalian sedalam 7 meter akan langsung ditemui begitu tiba di kompleks candi
ini. Lokasi penggalian itu berisi batu-batu candi yang tersebar ke segala
penjuru dan bagian kaki candi induk yang tampak masih menyatu. Di lokasi
penggalian inilah kompleks Candi Kedulan yang terdiri dari 1 candi induk dan 3
candi perwara (pendamping) semula berdiri. Kini, bagian kaki candi induk tengah
diuji kekokohannya agar dapat ditumpangi batu-batu lain pada tahap selanjutnya.
Mengelilingi
daerah sekitar lokasi penggalian, akan dijumpai batu-batu candi yang tengah
direkonstruksi dengan cara mencocokkan batu satu dengan batu lainnya. Batu yang
telah berhasil dicocokkan diberi simbol-simbol tertentu yang ditulis
menggunakan kapur. Tampak konstruksi sementara bangunan pagar pembatas selasar
candi, atap, bilik candi dan beberapa bagian tubuh candi lainnya. Terlihat pula
lingga dan yoni yang diduga merupakan komponen yang mengisi bilik candi.
Beberapa
ornamen yang menghias candi sudah bisa dinikmati keindahannya walau candinya
sendiri masih dalam tahap rekonstruksi. Misalnya, relief naga di bawah yoni
yang diperkirakan mengisi bilik utama candi induk, figurnya berbeda dengan naga
penghias yoni candi di Jawa Tengah lainnya sebab terlihat memiliki rahang.
Terdapat pula relief dewa di beberapa bagian dinding candi, hiasan
sulur-suluran, roset, serta relief motif batik.
Kalau
memasuki ruang informasi di sebelah lokasi penggalian, anda bisa mengetahui
perkiraan rancangan Candi Kedulan. Dari hasil diperkirakan, candi induk memiliki
tinggi 8 meter, terbagi menjadi bagian kaki, tubuh dan atap. Tubuh candi
terdiri dari 10 lapis batu dengan tinggi 2,4 meter, memiliki beberapa relung
yang berisi arca Ganesha (anak Dewa Siwa), Agastya, Durga (isteri Dewa Siwa),
Nandaka dan Nandiswara (kendaraan Dewi Durga), serta mempunyai selasar sempit
yang diduga hanya bisa dimasuki orang-orang tertentu. Atap candi terdiri atas
13 lapis batu andesit. Dari keterangan diatas bisa diperkirakan bahwa
arsitekturnya secara keseluruhan mirip dengan Candi Sambisari.
Di
ruang informasi itu pula, anda bisa melihat puing-puing puing-puing mangkuk
berhias dan barang gerabah yang diduga digunakan dalam ritual peribadatan di
candi ini. Selain itu, ada juga kayu-kayu yang berasal dari pepohonan yang
tumbuh semasa candi ini berdiri. Haryono bercerita pada YogYES bahwa salah satu
serpihan kayu pohon itu pernah dibawa seseorang untuk diukir, namun
dikembalikan lagi sebab orang yang membawanya justru mengalami petaka.
Beberapa
foto benda-benda lain yang ditemukan selama penggalian juga bisa dilihat di
ruang informasi. Ada foto arca dewa berbahan perunggu dan foto prasasti
Pananggaran dan Sumudul yang ditemukan pada tahun 2003. Pada dinding ruangan,
terdapat gambaran lapisan tanah tempat batu-batu candi ditemukan, serta foto-foto
yang menggambarkan proses penggalian yang berlangsung selama bertahun-tahun.
Pada
12 Juni 2003, ditemukan 2 buah prasasti di lokasi penggalian. Prasasti yang
ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta tersebut sudah berhasil
dibaca oleh dua epigraf dari Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, yaitu Dr Riboet Darmoseotopo dan Tjahjono Prasodjo MA. Berangka
tahun 791 Saka (869 Masehi, atau sekitar 10 tahun setelah candi Prambanan
berdiri), isinya tentang pembebasan pajak tanah di Desa Pananggaran dan
Parhyangan, pembuatan bendungan untuk irigasi, pendirian bangunan suci bernama
Tiwaharyyan serta ancaman kutukan bagi siapapun yang tidak mematuhi aturan.
Beberapa
arkeolog menduga bahwa prasasti tersebut berkaitan dengan pendirian Candi
Kedulan. Bangunan suci Tiwaharyyan diduga merupakan Candi Kedulan itu sendiri.
Desa Pananggaran yang diceritakan pada prasasti diduga berada di wilayah
sekitar candi, begitu pula bendungan yang dimaksud. Namun sampai kini belum
ditemukan jejak bendungan kuno yang dimaksud. Mungkin bendungan itu dibangun di
Sungai Opak yang berjarak ±4 km dari lokasi candi, atau mungkin juga di sungai
yang kini sudah tidak ada lagi karena tertutup lahar letusan Gunung Merapi
seribu tahun silam.
Banyaknya
teka-teki yang menunggu untuk dipecahkan beserta pesona komponen candi
menjadikan berwisata ke Candi Kedulan menarik untuk dilakukan. Kondisi candi
yang masih dalam tahap rekonstruksi justru menambah kesenangan ketika
mengunjunginya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !