Siapa
tak kenal Candi Borobudur? Candi Budha ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa
Budha di kompleksnya. Jutaan orang mendamba untuk mengunjungi bangunan yang
termasuk dalam World Wonder Heritages ini. Tak mengherankan, sebab secara
arsitektural maupun fungsinya sebagai tempat ibadah, Borobudur memang memikat
hati.
Borobudur
dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno,
keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti Kayumwungan, seorang
Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya mengungkapkan bahwa Borobudur adalah sebuah
tempat ibadah yang selesai dibangun 26 Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa
awal dibangun. Nama Borobudur sendiri menurut beberapa orang berarti sebuah
gunung yang berteras-teras (budhara), sementara beberapa yang lain mengatakan
Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.
Bangunan
Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat. Tingginya 42 meter
sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling
bawah digunakan sebagai penahan. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar
dan tiga tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang
berupa stupa Budha yang menghadap ke arah barat. Setiap tingkatan melambangkan
tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang
ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan kehidupan
tersebut.
Bagian
dasar Borobudur, disebut Kamadhatu, melambangkan manusia yang masih terikat
nafsu. Empat tingkat di atasnya disebut Rupadhatu melambangkan manusia yang
telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk.
Pada tingkat tersebut, patung Budha diletakkan terbuka. Sementara, tiga tingkat
di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang disebut
Arupadhatu, melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan
bentuk. Bagian paling atas yang disebut Arupa melambangkan nirwana, tempat
Budha bersemayam.
Setiap
tingkatan memiliki relief-relief indah yang menunjukkan betapa mahir
pembuatnya. Relief itu akan terbaca secara runtut bila anda berjalan searah
jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada reliefnya Borobudur
bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda, yaitu Ramayana. Selain
itu, terdapat pula relief yang menggambarkan kondisi masyarakat saat itu.
Misalnya, relief tentang aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan
sistem pertanian saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari
kemajuan pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang).
Keseluruhan
relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran sang Budha. Karenanya,
candi ini dapat dijadikan media edukasi bagi orang-orang yang ingin mempelajari
ajaran Budha. YogYES mengajak anda untuk mengelilingi setiap lorong-lorong
sempit di Borobudur agar dapat mengerti filosofi agama Budha. Atisha, seorang
budhis asal India pada abad ke 10, pernah berkunjung ke candi yang dibangun 3
abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa
ini.
Berkat
mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran Budha dari Serlingpa (salah
satu raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu mengembangkan ajaran Budha. Ia
menjadi kepala biara Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang cara
mempraktekkan Dharma. Enam naskah dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah
inti ajaran disebut "The Lamp for the Path to Enlightenment" atau
yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa.
Salah
satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah bagaimana
kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu ditemukan dalam
keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya berdiri dikitari rawa
kemudian terpendam karena letusan Merapi. Dasarnya adalah prasasti Kalkutta
bertuliskan 'Amawa' berarti lautan susu. Kata itu yang kemudian diartikan
sebagai lahar Merapi. Beberapa yang lain mengatakan Borobudur tertimbun lahar
dingin Merapi.
Dengan
segala kehebatan dan misteri yang ada, wajar bila banyak orang dari segala
penjru dunia memasukkan Borobudur sebagai tempat yang harus dikunjungi dalam
hidupnya. Selain menikmati candinya, anda juga bisa berkeliling ke desa-desa
sekitar Borobudur, seperti Karanganyar dan Wanurejo untuk melihat aktivitas
warga membuat kerajinan. Anda juga bisa pergi ke puncak watu Kendil untuk dapat
memandang panorama Borobudur dari atas. Tunggu apa lagi? Tak perlu khawatir
gempa 27 Mei 2006, karena Borobudur tidak terkena dampaknya sama sekali.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !